FKIP – Tiga dosen Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta yang tergabung dalam satu tim riset berhasil mengembangkan sebuah mesin duplikator huruf Braille sebagai bahan ajar penyandang tunanetra. Inovasi tersebut meraih penghargaan juara satu dari Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi tentang pengembangan teknologi asistif.
Dr. Subagya, M.Si. dan Donni Prakosha, M.Pd., Dosen Program Studi (Prodi) Pendidikan Luar Biasa (PLB) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNS bekerja sama dengan Dr. Yulianto Agung Rezeki S.Pd., M.Si., Dosen Prodi Pendidikan Fisika FKIP UNS mengembangkan sebuah alat duplikator huruf Braille yang diberi nama “SpydSmart”.
“Alat ini sebenarnya merupakan ide yang sudah saya pikirkan sejak 25 tahun yang lalu. Alat yang termasuk Thermocopy yang diberi nama SpydSmart. Spyd diartikan sebagai laba-laba atau mata-mata karena terdapat komponen yang menyerupai laba-laba dan diperuntukkan untuk membantu anak dengan keterbatasan fungsi mata. Namun selain itu Spyd juga memiliki makna Subagya, Yulianto Agung, dan Doni Prakosha. Untuk Smart berarti pintar, selain itu juga diartikan sebagai Sebelas Maret, nama institusi kita,” terang Dr. Subagya dilansir dari laman uns.ac.id.


Kemajuan teknologi telah mempermudah penggandaan naskah Braille untuk tunanetra, tetapi kemudahan itu tidak termasuk penggandaan naskah Braille yang berupa gambar dan atau grafik. Jika gambar atau grafik disajikan dalam format Braille dengan menggunakan printer pada umumnya, biasanya mengalami banyak kendala seperti kesulitan entry, hasil yang tidak representatif, dan terbatas pada kombinasi 63 titik Braille. Dilatar belakangi hal tersebut, penelitian Dr. Subagya dan kawan-kawan bertujuan untuk melakukan pengembangan duplikator Braille atau Grafik Taktil yang murah.
“Untuk membuat huruf Braille, sudah ada printer yang bisa mencetak. Namun, masih terbatas terhadap huruf-huruf saja, untuk pembuatan grafik dan gambar perlu teknologi seperti SpydSmart untuk menggandakannya. Dalam proses pembuatannya tentu ada beberapa kendala seperti ketersediaan bahan dan sumber daya. Namun hal tersebut bisa terselesaikan,” tambah Dosen PLB FKIP UNS tersebut.
Dr. Subagya menjelaskan bahwa setelah melalui trial dan error, pembuatan SpydSmart ini membutuhkan biaya produksi sekitar 15 juta rupiah, jauh lebih terjangkau daripada membeli printer import yang harganya dapat mencapai 120 juta. Beliau mengharapkan agar teknologi asistif ini dapat di hilirisasi oleh UNS dan memberikan kebermanfaatan kepada khalayak luas, khususnya bagi sekolah-sekolah luar biasa.
“Saya berharap teknologi ini dapat di hilirisasi dan diproduksi oleh pihak UNS, sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat luas. Kalaupun ada kesempatan untuk di komersilkan, UNS dapat menggandeng perusahaan-perusahaan yang mumpuni dan menjalin kerja sama. Dengan begitu branding universitas juga akan meningkat,” harap Dr. Subagya.
Inovasi teknologi asistif yang di usung oleh Dr. Subagya dan kawan-kawan telah berhasil terbit pada jurnal Scopus Q2 International Journal of Educational Research and Innovation (IJERI). Dengan begitu, Dr. Subagya dan kawan-kawan dapat meningkatkan kualitas hidup penyandang disabilitas dan orang dengan kebutuhan khusus. Teknologi asistif juga mendukung inklusivitas dalam pendidikan dengan menyediakan alat untuk penyandang disabilitas. Hal tersebut mendukung pemenuhan Sustainable Development Goals (SDGs) ke 3 “Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan” dan SDGs ke 4 “Pendidikan Berkualitas”.
HUMAS FKIP UNS
Leave A Comment