FKIP UNS – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat bertema “Pendampingan Aktivitas Literasi Guru” di SMP Negeri 2 Karanganyar (26/6/25). Kegiatan ini dilaksanakan sebagai upaya memperkuat budaya literasi di lingkungan sekolah, khususnya di Kabupaten Karanganyar.
Kegiatan dibuka oleh Drs. Slamet Mulyono, M.Pd., mewakili ketua tim pengabdian Dr. Atikah Anindiyarini, M.Hum., serta disambut hangat oleh Kepala SMP Negeri 2 Karanganyar, Drs. Sri Muladi, M.Pd. Dalam sambutannya, Drs. Sri Muladi, M.Pd. menyampaikan harapan agar kegiatan ini dapat memberikan kontribusi nyata dalam penguatan literasi, tidak hanya bagi warga sekolah, tetapi juga bagi masyarakat Karanganyar secara luas, dengan menekankan pentingnya literasi sebagai fondasi pembentukan karakter bangsa dan mengapresiasi kehadiran tim dari FKIP UNS yang siap mendampingi para guru dalam mengembangkan program literasi secara berkelanjutan.
Kegiatan ini melibatkan dosen FKIP UNS, yaitu Dr. Atikah Anindiyarini, M.Hum. selaku ketua tim pengabdian, Prof. Dr. Sumarwati, M.Pd., Dr. Edy Suryanto, M.Pd., Drs. Slamet Mulyono, M.Pd., serta Dr. Laila Fitri Nur Hidayah, M.Pd. Selain itu, sejumlah mahasiswa juga terlibat aktif dalam kegiatan ini, di antaranya Maulana Danar Maaliki, M.Pd., Asri Kamila Ramadhani, S.Pd., Alifia Nur Aini, S.Pd., dan Yadia Rahma, S.Pd., yang sekaligus bertugas sebagai moderator sesi materi.
Dalam sesi pemaparan materi, Drs. Slamet Mulyono, M.Pd. membuka dengan materi bertema “Teks, Koteks, dan Konteks”. Ia menjelaskan pentingnya pemahaman terhadap makna sebuah teks yang tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial dan budaya di mana teks itu diucapkan. Dengan pendekatan komunikatif dan penuh humor, Slamet mengajak peserta untuk menyadari bahwa pemaknaan teks tidaklah tunggal. Ia mencontohkan penggunaan kata “boyo” yang bisa bermakna berbeda tergantung situasi dan tempat, menunjukkan bagaimana konteks dapat memengaruhi interpretasi makna. “Literasi bukan hanya soal membaca dan menulis, tapi memahami pesan secara utuh,” tegasnya.
Dilanjutkan dengan materi yang mewakili Dr. Atikah Anindiyarini, M.Hum., yang disampaikan oleh Dr. Laila Fitri Nur Hidayah, M.Pd. Ia menyoroti perubahan karakteristik generasi pembelajar masa kini, khususnya generasi Alpha yang telah mengalami pergeseran pola belajar dibanding generasi sebelumnya. Generasi ini, menurutnya, tidak lagi dapat hanya dihadapi dengan pendekatan konvensional. Mereka lebih responsif terhadap pembelajaran berbasis visual dan interaktif. Oleh karena itu, keterampilan abad 21 menjadi penting untuk ditanamkan melalui metode-metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif.
Materi berikutnya dibawakan langsung oleh Dr. Laila Fitri Nur Hidayah yang memaparkan cara pembuatan dan pemanfaatan media digital seperti flipbook, Kahoot!, dan Wayground dalam pembelajaran. Ia memberikan pelatihan teknis mulai dari pencarian tautan, proses unggah dan unduh materi, hingga pengaturan tugas daring. Permainan interaktif seperti Kahoot! digunakan untuk menilai pemahaman siswa secara menyenangkan. Beberapa pertanyaan yang diberikan seputar Bahasa Indonesia, seperti sejarah pengesahan dan tokoh pencetusnya, mendapat antusiasme tinggi dari para peserta. “Guru bisa mengimpor soal dari presentasi ke platform ini, bahkan menjadikannya sebagai tugas rumah yang terjadwal,” jelasnya.
Sesi terakhir disampaikan oleh Dr. Edy Suryanto, M.Pd. dengan pendekatan reflektif dan inspiratif. Ia mengajak para guru untuk tidak melihat belajar sebagai kewajiban semata, melainkan sebagai kesempatan berharga untuk terus bertumbuh. Dalam materinya yang bertajuk Literasi dalam Pembelajaran Sastra, Dr. Edy Suryanto menekankan pentingnya menjadikan sastra sebagai fondasi literasi yang kuat. Ia menyampaikan bahwa pembelajaran sastra yang baik akan membawa dampak signifikan terhadap kualitas hidup peserta didik.
Dr. Edy Suryanto, M.Pd. juga menyoroti tantangan literasi digital di era saat ini, termasuk maraknya penggunaan kecerdasan buatan dan peran guru dalam menyikapinya secara bijak. Ia menegaskan bahwa guru harus mampu mengevaluasi karya siswa secara menyeluruh, tidak hanya dari segi teks, tetapi juga dari konteks sosial dan latar belakang individu. “Sastra dan literasi harus ditempatkan sebagai inti dari pembangunan pendidikan yang berkelanjutan,” ujarnya.
Kegiatan ini ditutup dengan sesi tanya jawab interaktif yang memberikan ruang bagi peserta untuk berbagi pengalaman dan memperdalam pemahaman. Diharapkan, kegiatan pengabdian ini tidak hanya menjadi kegiatan seremonial, tetapi mampu menginspirasi dan memotivasi guru-guru untuk mengintegrasikan literasi secara lebih bermakna dalam proses pembelajaran.