FKIP UNS – Tim Group Riset Linguistik dan Sastra Terapan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) melakukan penelitian terhadap Upacara Tradisi Nyadran Kali Dusun Kembang Desa Sumogawe Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, pada hari Sabtu, (16/8/2025). Penelitian ini menjadi bagian dari upaya pelestarian kearifan lokal sekaligus menjaga kelestarian sumber mata air Mbelik di Dusun Kembang Desa Sumogawe Kec. Getasan Kab. Semarang.

Kegiatan riset ini dipimpin oleh Prof. Dr. Sumarwati, M.Pd., selaku Ketua Grup Riset dengan anggota Dr. Atikah Anindyarini, M.Hum., Dr. Edy Suryanto, M.Pd., Drs. Slamet, M.Pd., serta  Dr. Laila Fitri Nur Hidayah, M.Pd. Dalam pelaksanaannya, kegiatan melibatkan mahasiswa pascasarjana,  Aprilia Rizki Nur Arifah, S.Pd M.Pd. dan Nur Qayimah, S.Pd.M.Pd.

Upacara Tradisi Nyadran Kali ini dilaksanakan pada Sabtu Kliwon Bulan Sapar, karena menurut kepercayaan Jawa, bulan Sapar dianggap waktu yang baik untuk ruwatan (membersihkan diri dari kesialan dan energi buruk). Tradisi Nyadran Kali meliputi bersih desa, menyiapkan sesaji, melaksanakan Upacara Tradisi Nyadran Kali, serta Kenduri. Sebelum dilaksanakan upacara tersebut, sekitar pukul 07.00 warga berkumpul di sekitar Sumber Air Mbelik untuk bersih desa. Mereka membersihkan halaman dan jalan di sekitar Sumber Air Mbelik dan menguras (membersihkan) airnya. Setelah bersih desa, sebanyak 120 KK memasak tumpeng dan lauk pauk yang akan dibawa ke Sumber Air Mbelik. Pukul 11.00 Pak Kadus memukul kentongan sebagai tanda bahwa warga bersiap untuk menuju ke sumber Air Mbelik. Beberapa ibu-ibu dan remaja membawa tenggok dan rantang  sebagai tempat untuk membawa tumpeng dan lauk pauknya. Isi tumpeng Pak Kadus ini berisi ikan yang berupa ikan tawar, ada lauk pauk berupa tempe goreng, tahu goreng, serta sayuran yang berupa oseng buncis, sayur tempe, sayur kecambah dan sayur kol. Isian sesaji berupa rokok, kinang, daun sirih, daun jagung, dan kemenyan. Setelah sampai di sumber air, tumpeng Pak Kadus yang paling besar diletakkan di dekat sumber air Mbelik untuk diberikan kepada Pak Modin untuk didoakan. Sebelum pembacaan doa, dilakukan pembakaran kemenyan. Setelah pembakaran kemenyan dan pembacaan doa, seseorang mengambil sedikit nasi dan lauk pauk dari tumpeng besar Pak Kadus yang diletakkan di atas ancak.  Selanjutnya ada 2 orang lagi yang membawa ancak kemudian mereka berkeliling untuk mengambil nasi dan lauk pauk yang dibawa oleh seluruh warga. Setelah 2 orang itu selesai berkeliling, Pak Modin turun dari Mbelik untuk duduk bersama warga. Selanjutnya Pak Modin duduk bersama warga untuk berdoa memohon keselamatan dan keberkahan serta sebagai tanda syukur atas limpahan Sumber Air Mbelik yang bisa dimanfaatkan oleh warga. Ketiga ancak yang telah diberi nasi dan lauk pauk oleh warga diletakkan di 3 tempat yaitu di depan Sumber Air Mbelik, di depan Musholla (ada Sungai besar), dan di perempatan menuju Dusun Kembang. Setelah upacara tersebut selesai, tumpeng dan lauk pauk dibawa pulang warga untuk dimakan bersama keluarga. Setelah prosesi tersebut dilakukan kenduri bagi keluarga yang memiliki sumur. Kenduri dilaksanakan di rumah Pak Rt. Warga membawa tumpeng yang lebih kecil untuk didoakan Pak Modin di rumah Pak RT.

Upacara ini dipimpin oleh Bapak Suroto Simin, usia 70 tahun (tokoh ritual Dusun Kembang, Desa Sumogawe, Semarang). Tradisi ini telah berlangsung turun-temurun dan dipercaya masyarakat sebagai bentuk rasa syukur serta cara merawat sumber mata air agar tetap lestari.

Menurut Pak Supri selaku kadus sebagai Desa Kembang, tujuan diadakan Upacara tradisi ini sebagai bentuk rasa syukur atas kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang telah dilimpahkan kepada warga sekitar, sebagai ajang untuk memperkuat silaturahmi antarwarga, serta sebagai sarana untuk melestarikan budaya yang adi luhung.

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan Tradisi  Nyadran Kali tetap lestari dan menjadi contoh

harmonisasi antara budaya dan pelestarian lingkungan bagi generasi mendatang.

Humas FKIP
#fkip #uns